Dalam perundingan kedua, Rusia dan Ukraina menyetujui gencatan senjata agar masyarakat Sipil Ukraina bisa pergi mengungsi keluar dari negara mereka.
Tetapi hanya beberapa jam setelah persetujuan, Rusia kembali membom lewat udara daerah daerah tempat tinggal warga Ukraina dan bahkan tanpa pandang bulu menembak warga sipil Ukraina yang berada di jalan meninggalkan kota mereka, beberapa rumah sakit, dan infrastruktur seperti jalan dan saluran telekomunikasi, dan menara-menara siaran televisi.
Lebih parah lagi, Rusia mulai menembaki pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina yang merupakan pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa. Kerusakan pembangkit listrik tenaga nuklir bisa menyebarkan radioaktif yang mematikan.
Ribuan warga sipil dan militer Ukraina tewas dalam serangan Rusia tanpa sebab ini. Tetapi korban di pasukan Rusia juga cukup besar. Presiden Ukraina Zelensky mengatakan sudah lebih dari 10 ribu tentara Rusia terbunuh. Angka-angka tersebut saat ini masih merupakan perkiraan. Sangat sulit mendapatkan jumlah korban pasti dalam suasana perang.
Melihat serangan membabi buta oleh pasukan Rusia, Putin dan negaranya Rusia terlihat praktis sudah melakukan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan. International Criminal Court (Pengadilan Kejahatan Internasional) di Den Haag mengumumkan investigasi terhadap kemungkinan kejahatan-kejahatan perang terhadap kemanusiaan (war crimes against humanity).
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony Blinken mengingatkan bahwa setiap tindakan Rusia melanggar hukum internasional mengenai perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan akan didokumentasikan. Menurut Blinken sudah ada bukti-bukti meyakinkan bahwa pasukan Rusia dengan sengaja menembak warga sipil Ukraina yang sedang mengungsi.
Di berbagai belahan dunia, dari negara-negara Eropa hingga negara-negara Amerika Latin, dari Asia hingga Afrika, masyarakat dunia melakukan aksi protes di jalan-jalan dan media sosial menentang agresi Rusia terhadap Ukraina tanpa ada alasan sah sama sekali.
Dalam protes di jalan-jalan, masyarakat dunia memperlihatkan poster menyamakan presiden Rusia Vladimir Putin sebagai diktator yang sama dengan Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman yang melakukan kejahatan terbesar terhadap kemanusiaan sepanjang sejarah dan membunuh puluhan juta orang di Eropa pada masa Perang Dunia ke-2. Perlu dicatat bahwa penguasaan Eropa oleh Nazi berlangsung tidak lebih dari 6 tahun.

Dalam berbagai pernyataannya kepada rakyat Rusia, Putin selalu berbohong soal alasan perang. Putin mengatakan bahwa pasukan perang Rusia masuk ke Ukraina hanya untuk melakukan operasi khusus melucuti militer Ukraina dan bukan berperang. Dalam kenyataan Rusia melakukan serangan besar-besaran yang jelas merupakan perang. Bahkan serangan Rusia merupakan perang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Ke-2 dengan menggempur militer dan masyrakat sipil Ukraina pada saat sama.
Putin juga mengatakan pasukan Rusia berada di Ukraina untuk melucuti pemerintahan neo-Nazi Ukraina. Pemerintahan Ukraina di bawah Presiden Volodymyr Zelensky jelas anti Nazi. Zelensky sendiri adalah keturunan Yahudi Eropa yang keluarganya ikut bertempur melawan Nazi Jerman di masa Perang Dunia Ke-2.
Selain itu Putin menuntut Ukraina supaya tidak masuk NATO (North Atlantic Treaty Organization / Aliansi Pertahanan Negara-Negara Eropa dan AS). Kenyataannya, hingga saat ini NATO tidak memiliki rencana menerima Ukraina sebagai anggota baru NATO. Juga, bila ini benar alasan Rusia menyerang Ukraina, kenapa baru sekarang dilakukan?
Penjelasan paling benar adalah bahwa Putin dan pemerintahaan otoriter Rusia tidak mau atau cemburu melihat Ukraina selama ini berkembang pesat secara ekonomi dan politik sebagai negara demokrasi yang berorientasi ke Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Putin dan pemerintahan otoriter Rusia tidak bisa menerima kenyataan adanya negara demokrasi besar di perbatasannya. Jadi serangan Rusia ke Ukraina adalah upaya Putin menentang sistem demokrasi di mana pemerintahan dan kepemimpinan ditentukan secara besar oleh rakyat bukan oleh satu orang dan segerombolan pengusaha kaya dan korup (sistem kleptokrasi) seperti di Rusia.
Untuk menutupi kebohongan mengenai serangan Rusia secara membabi buta di Ukraina, Putin menutup akses warga Rusia ke media sosial seperti Facebook dan Twitter serta media internasional seperti ABC, CBS, CNN, BBC, Deutche Welle, dan France 24 dengan mengenakan peraturan yang akan memenjarakan wartawan-wartawan luar negeri di Rusia bila mereka tidak memberitakan sesusai kemauan pemerintahan Rusia.